Harga berjangka kakao berakhir dengan kerugian pada hari Kamis, saat para trader menilai kembali persamaan pasokan-permintaan global untuk komoditas tersebut. Kontrak kakao bulan Maret di New York turun 44 poin (-0,74%) untuk ditutup lebih rendah, sementara kakao bulan Maret di London turun 24 poin (-0,55%). Penurunan ini menandai rebound kakao ke level terendah selama 1 minggu, menandakan adanya pergeseran sentimen pasar di tengah kekuatan bullish dan bearish yang bersaing.
Kasus Ketersediaan Pasokan yang Memadai Kembali
Faktor utama yang menyebabkan penurunan hari Kamis adalah kondisi pertumbuhan yang membaik di seluruh sabuk kakao Afrika Barat. Petani di Pantai Gading—produsen kakao terbesar di dunia—melaporkan kombinasi curah hujan dan sinar matahari yang menguntungkan, yang memperkuat siklus mekarnya pohon. Laporan serupa dari Ghana menyoroti hujan rutin yang mendukung perkembangan polong menjelang musim harmattan. Pola cuaca ini telah memicu optimisme di kalangan petani tentang kualitas dan hasil panen.
Mondelez, produsen cokelat besar, baru-baru ini mengungkapkan bahwa jumlah polong kakao di Afrika Barat saat ini 7% di atas rata-rata lima tahun, dengan jumlah yang secara material melebihi tingkat panen tahun lalu. Mekarnya yang melimpah ini menunjukkan bahwa pasokan yang cukup mungkin akan terwujud saat panen utama meningkat. Panen utama Pantai Gading baru saja dimulai, dengan petani menyatakan kepercayaan yang terukur tentang apa yang akan datang.
Data pemerintah dari Pantai Gading menegaskan narasi penyeimbangan pasokan ini. Hingga 14 Desember, petani mengirimkan 895.544 MT ke pelabuhan selama tahun pemasaran saat ini—peningkatan marginal 0,2% dari 894.009 MT selama periode yang sama tahun lalu. Kecepatan kedatangan yang stabil, dikombinasikan dengan kondisi pertumbuhan yang menguntungkan, telah menciptakan tekanan ke bawah pada harga.
Penurunan Persediaan Memberikan Dukungan Terbatas
Tidak semua sinyal pasokan memberikan tekanan negatif pada kakao. Inventaris yang dipantau ICE di pelabuhan AS turun ke level terendah selama 9 bulan, yaitu 1.642.801 kantong per hari Kamis, memberikan dukungan harga meskipun kekhawatiran pasokan yang lebih luas. Ketatnya inventaris ini mencerminkan dampak sisa dari defisit tahun sebelumnya yang baru mulai normalisasi.
Permintaan Global Masih Mengalami Hambatan
Data permintaan kakao menunjukkan gambaran yang suram di seluruh wilayah konsumen utama. Grind kakao kuartal ketiga Asia—indikator utama permintaan—menurun 17% secara tahunan menjadi 183.413 MT, menandai kinerja kuartal ketiga terlemah dalam 9 tahun. Situasi di Eropa hampir tidak lebih baik, dengan grind kuartal ketiga menurun 4,8% secara tahunan menjadi 337.353 MT, angka terendah dalam satu dekade. Amerika Utara sedikit membalik tren dengan kenaikan 3,2%, meskipun penambahan perusahaan pelapor baru mengacaukan angka tersebut. Yang menarik, volume penjualan cokelat di Amerika Utara turun lebih dari 21% dalam periode 13 minggu yang berakhir 7 September dibandingkan tahun sebelumnya, menurut riset Circana. Penjualan cokelat Halloween 2024 terbukti “mengecewakan” menurut CEO Hershey—sebuah hambatan berarti mengingat Halloween menyumbang hampir 18% dari permintaan permen tahunan di AS.
Faktor Pendukung dan Katalis Pasar
Revisi terbaru Citigroup terhadap perkiraan surplus kakao global 2025/26 telah menimbulkan volatilitas. Bank ini memangkas proyeksinya menjadi 79.000 MT dari perkiraan September sebesar 134.000 MT, memberikan dukungan harga sementara pada pengumuman tersebut. Rabobank secara terpisah memangkas perkiraan surplus 2025/26 menjadi 250.000 MT dari perkiraan November sebesar 328.000 MT.
Sebuah katalis bullish yang berpotensi signifikan muncul pada Januari, ketika berjangka kakao New York akan bergabung dengan Indeks Komoditas Bloomberg. Citigroup memperkirakan bahwa inklusi ini dapat memicu tekanan beli sebesar $2 miliar dari dana indeks pasif yang mengikuti komoditas selama minggu pertama Januari. Pembelian teknikal semacam ini dapat mengimbangi tekanan fundamental dari ekspektasi pasokan yang cukup.
Nigeria, produsen kakao terbesar kelima di dunia, menunjukkan gambaran yang campur aduk. Asosiasi Kakao Nigeria memproyeksikan produksi 2025/26 akan menurun 11% secara tahunan menjadi 305.000 MT dari 344.000 MT tahun sebelumnya. Ekspor September tetap datar secara tahunan di angka 14.511 MT, tanpa menambah momentum dukungan baru dari produsen terbesar kedua di Afrika.
Konteks Historis: Dari Defisit ke Penyeimbangan
Perjalanan pasar kakao dari defisit parah ke potensi surplus memerlukan konteks. Pada Mei 2024, Organisasi Kakao Internasional merevisi musim 2023/24 menjadi menunjukkan defisit rekor sebesar -494.000 MT—terbesar dalam lebih dari 60 tahun. Krisis tersebut menyebabkan rasio stok terhadap grind turun ke level terendah selama 46 tahun, yaitu 27,0%. Organisasi memperkirakan produksi 2024/25 sebesar 4,69 MMT, meningkat 7,4% secara tahunan dan menjadi surplus pertama dalam empat tahun sebesar 49.000 MT.
Namun revisi 28 November lebih berhati-hati, memotong surplus 2024/25 menjadi 49.000 MT dari perkiraan sebelumnya 142.000 MT, dengan produksi diturunkan menjadi 4,69 MMT dari 4,84 MMT. Persetujuan Parlemen Eropa pada 26 November atas penundaan satu tahun terhadap regulasi deforestasi EU (EUDR) telah memperpanjang jendela impor kakao dari wilayah yang mengalami deforestasi, menjaga pasokan tetap melimpah. Reprieve regulasi ini menghilangkan kendala pasokan jangka pendek yang mungkin akan mendukung harga.
Konvergensi pasokan Afrika Barat yang cukup, permintaan cokelat global yang lemah, dan kejelasan regulasi tentang deforestasi telah mengubah narasi dari kekurangan kakao menjadi kelimpahan yang terukur—sebuah pergeseran yang mulai tercermin dalam harga berjangka.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Prospek Panen Kakao Afrika Barat Memberatkan Kontrak Berjangka karena Perubahan Gambaran Pasokan
Harga berjangka kakao berakhir dengan kerugian pada hari Kamis, saat para trader menilai kembali persamaan pasokan-permintaan global untuk komoditas tersebut. Kontrak kakao bulan Maret di New York turun 44 poin (-0,74%) untuk ditutup lebih rendah, sementara kakao bulan Maret di London turun 24 poin (-0,55%). Penurunan ini menandai rebound kakao ke level terendah selama 1 minggu, menandakan adanya pergeseran sentimen pasar di tengah kekuatan bullish dan bearish yang bersaing.
Kasus Ketersediaan Pasokan yang Memadai Kembali
Faktor utama yang menyebabkan penurunan hari Kamis adalah kondisi pertumbuhan yang membaik di seluruh sabuk kakao Afrika Barat. Petani di Pantai Gading—produsen kakao terbesar di dunia—melaporkan kombinasi curah hujan dan sinar matahari yang menguntungkan, yang memperkuat siklus mekarnya pohon. Laporan serupa dari Ghana menyoroti hujan rutin yang mendukung perkembangan polong menjelang musim harmattan. Pola cuaca ini telah memicu optimisme di kalangan petani tentang kualitas dan hasil panen.
Mondelez, produsen cokelat besar, baru-baru ini mengungkapkan bahwa jumlah polong kakao di Afrika Barat saat ini 7% di atas rata-rata lima tahun, dengan jumlah yang secara material melebihi tingkat panen tahun lalu. Mekarnya yang melimpah ini menunjukkan bahwa pasokan yang cukup mungkin akan terwujud saat panen utama meningkat. Panen utama Pantai Gading baru saja dimulai, dengan petani menyatakan kepercayaan yang terukur tentang apa yang akan datang.
Data pemerintah dari Pantai Gading menegaskan narasi penyeimbangan pasokan ini. Hingga 14 Desember, petani mengirimkan 895.544 MT ke pelabuhan selama tahun pemasaran saat ini—peningkatan marginal 0,2% dari 894.009 MT selama periode yang sama tahun lalu. Kecepatan kedatangan yang stabil, dikombinasikan dengan kondisi pertumbuhan yang menguntungkan, telah menciptakan tekanan ke bawah pada harga.
Penurunan Persediaan Memberikan Dukungan Terbatas
Tidak semua sinyal pasokan memberikan tekanan negatif pada kakao. Inventaris yang dipantau ICE di pelabuhan AS turun ke level terendah selama 9 bulan, yaitu 1.642.801 kantong per hari Kamis, memberikan dukungan harga meskipun kekhawatiran pasokan yang lebih luas. Ketatnya inventaris ini mencerminkan dampak sisa dari defisit tahun sebelumnya yang baru mulai normalisasi.
Permintaan Global Masih Mengalami Hambatan
Data permintaan kakao menunjukkan gambaran yang suram di seluruh wilayah konsumen utama. Grind kakao kuartal ketiga Asia—indikator utama permintaan—menurun 17% secara tahunan menjadi 183.413 MT, menandai kinerja kuartal ketiga terlemah dalam 9 tahun. Situasi di Eropa hampir tidak lebih baik, dengan grind kuartal ketiga menurun 4,8% secara tahunan menjadi 337.353 MT, angka terendah dalam satu dekade. Amerika Utara sedikit membalik tren dengan kenaikan 3,2%, meskipun penambahan perusahaan pelapor baru mengacaukan angka tersebut. Yang menarik, volume penjualan cokelat di Amerika Utara turun lebih dari 21% dalam periode 13 minggu yang berakhir 7 September dibandingkan tahun sebelumnya, menurut riset Circana. Penjualan cokelat Halloween 2024 terbukti “mengecewakan” menurut CEO Hershey—sebuah hambatan berarti mengingat Halloween menyumbang hampir 18% dari permintaan permen tahunan di AS.
Faktor Pendukung dan Katalis Pasar
Revisi terbaru Citigroup terhadap perkiraan surplus kakao global 2025/26 telah menimbulkan volatilitas. Bank ini memangkas proyeksinya menjadi 79.000 MT dari perkiraan September sebesar 134.000 MT, memberikan dukungan harga sementara pada pengumuman tersebut. Rabobank secara terpisah memangkas perkiraan surplus 2025/26 menjadi 250.000 MT dari perkiraan November sebesar 328.000 MT.
Sebuah katalis bullish yang berpotensi signifikan muncul pada Januari, ketika berjangka kakao New York akan bergabung dengan Indeks Komoditas Bloomberg. Citigroup memperkirakan bahwa inklusi ini dapat memicu tekanan beli sebesar $2 miliar dari dana indeks pasif yang mengikuti komoditas selama minggu pertama Januari. Pembelian teknikal semacam ini dapat mengimbangi tekanan fundamental dari ekspektasi pasokan yang cukup.
Nigeria, produsen kakao terbesar kelima di dunia, menunjukkan gambaran yang campur aduk. Asosiasi Kakao Nigeria memproyeksikan produksi 2025/26 akan menurun 11% secara tahunan menjadi 305.000 MT dari 344.000 MT tahun sebelumnya. Ekspor September tetap datar secara tahunan di angka 14.511 MT, tanpa menambah momentum dukungan baru dari produsen terbesar kedua di Afrika.
Konteks Historis: Dari Defisit ke Penyeimbangan
Perjalanan pasar kakao dari defisit parah ke potensi surplus memerlukan konteks. Pada Mei 2024, Organisasi Kakao Internasional merevisi musim 2023/24 menjadi menunjukkan defisit rekor sebesar -494.000 MT—terbesar dalam lebih dari 60 tahun. Krisis tersebut menyebabkan rasio stok terhadap grind turun ke level terendah selama 46 tahun, yaitu 27,0%. Organisasi memperkirakan produksi 2024/25 sebesar 4,69 MMT, meningkat 7,4% secara tahunan dan menjadi surplus pertama dalam empat tahun sebesar 49.000 MT.
Namun revisi 28 November lebih berhati-hati, memotong surplus 2024/25 menjadi 49.000 MT dari perkiraan sebelumnya 142.000 MT, dengan produksi diturunkan menjadi 4,69 MMT dari 4,84 MMT. Persetujuan Parlemen Eropa pada 26 November atas penundaan satu tahun terhadap regulasi deforestasi EU (EUDR) telah memperpanjang jendela impor kakao dari wilayah yang mengalami deforestasi, menjaga pasokan tetap melimpah. Reprieve regulasi ini menghilangkan kendala pasokan jangka pendek yang mungkin akan mendukung harga.
Konvergensi pasokan Afrika Barat yang cukup, permintaan cokelat global yang lemah, dan kejelasan regulasi tentang deforestasi telah mengubah narasi dari kekurangan kakao menjadi kelimpahan yang terukur—sebuah pergeseran yang mulai tercermin dalam harga berjangka.